Friday, December 7, 2018

Kekuasaan ,Politik, Imbalan dan Hukuman Dalam Organisasi

title

PERILAKU KEORGANISASIAN

“KEKUASAAN, POLITIK, IMBALAN DAN HUKUMAN DALAM ORGANISASI”




Oleh Kelompok 5:

I Gusti Ngurah Krisna Dwipayana (1607531121)

Ngakan Made Dwi Purawan (1607531155)




FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

PROGRAM REGULER

2018

1. Definisi Kekuasaan

Kekuasaan (Power) mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk memengaruhi

perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Definisi ini mengimplikasikan

sebuah potensi tidak perlu diaktualisasikan agar efektif dan sebuah hubungan ketergantungan.

Barangkali aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini merupakan fungsi

ketergantungan (dependency). Semakin besar ketergantungan B pada A, semakin besar pula

kekuasaan A dalam hubungan tersebut.

1.1 Membandingkan Kepemimpinan dan Kekuasaan

Para pemimpin menggunakan kekuasaan sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan

kelompok. Para pemimpin mencapai tujuan, dan kekuasaan adalah sarana untuk memudahkan

usaha mereka tersebut. Perbedaan antara kedua istilah itu adalah salah satu perbedaannya terkait

dengan kesesuaian tujuan. Kekuasaan tidak mensyaratkan kesesuaian tujuan, antara tujuan

pemimpin dan mereka yang dipimpin. Perbedaaan kedua berkaitan dengan arah pengaruh.

Kepemimpinan berfokus pada pengaruh ke bawah kepada para pengikut. Kepemimpinan

meminimalkan pola-pola pengaruh ke samping dan ke atas. Kekuasaan tidak demikian.

Perbedaan lain lagi terkait dengan penekanan penelitian. Penelitian mengenai kepemimpinan,

sebagian besar, menekankan gaya. Penelitian tersebut mencari jawaban atas pertanyaan-

pertanyaan seperti : Seberapa suportif semestinya seorang pemimpin? Sampai tingkat mana

proses pengambilan keputusan harus dilakukan bersama dengan para pengikut? Sebaliknya

penelitian mengenai kekuasaan cenderung mencakup bidang yang lebih luas dan terfokus pada

taktik-taktik untuk memperoleh kepatuhan dari anak buah. Penelitian itu melampaui individu

sebagai pelaksana kekuasaan karena kekuasaan dapat digunakan oleh kelompok dan juga

individu utnuk mengendalikan individu atau kelompok-kelompok yang lain.

1.2 Landasan Kekuasaan

A. Kekuasaan Formal

Kekuasaan formal didasarkan pada posisis seorang individu dalam sebuah organisasi.

Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan untuk memaksa atau memberi imabalan, atau

dari wewenang formal.

1) Kekuasaan Koersif

Landasan kekuasaan koersif (coercive power) adalah rasa takut. Seseorang memberikan

reaksinya terhadap kekuasaan ini karena rasa takut terhadap akibat-akibat negatif yang mungkin

terjadi jika ia tidak patuh. Kekuasaan koersif mengandalkan aplikasi, atau ancaman aplikasi,

sanksi fisik, yang menimbulkan rasa sakit, menimbulakan frustrasi melalui pembataasan gerak,

atau pengendalian paksa terhadap kebutuhan dasar fisiologis atau keamanan.

2) Kekuasaan Imbalan

Kebalikan dari kekuasaan koersif adalah kekuasaan imbalan (reward power). Orang

memenuhi keinginan atau arahan orang lain karena, dengan berbuat demikain, ia akan

mendapatkan manfaat positif. Karena itu, seseorang yang dapat membagikan imbalan atau

penghargaan yang dipandang orang lain bernilai akan memiliki kekuasaan atas orang lain itu.

Imbalan ini bersifat finansial – seperti pengendalian tingkat upah, kenaikan upah, dan bonus;

atau nonfinansial – termasuk pengakuan, promosi, penugasan kerja yang menarik kolega yang

ramah, dan wilayah kerja atau wilayah penjualan yang lebih disukai.

Kekuasaan koersif dan kekuasaan imbalan saling berlawanan. Jika dapat membuang seseuatu

yang bernilai positif dari orang lain atau menimbulkan sesuatu yang bernilai negatif, Anda

memiliki kekuasaan koersif atas orang itu. Jika dapat memberi seseorang sesuatu yang bernilai

positif atau membuang sesuatu yang bernilai negatif. Anda memiliki kekuasaan imbalan atas

orang itu.

3) Kekuasaan Legitimasi

Dalam kelompok atau organisasi formal, barangkali akses yang paling mudah ditemui

pada satu atau lebih landasan kekuasaan adalah posisi struktural seseorang. Hal ini disebut

kekuasaan legitimasi (legitimate power). Kekuasaan ini melambangkan kewenangan formal

utnuk mengendalikan dan memanfaatkan sumber-sumber daya organisasi.

Posisi-posisi yang memiliki kewenangan mencakup kekuasaan koersif dan imbalan. Namun,

kekuasaan legitmasi lebih luas daripada kekuasaan untuk memaksa dan memberikan imbalan.

Secara spesifik, kekuasaan ini mencakup penerimaan wewenang suatu jabatan oleh anggota-

anggota dalam sebuah organisasi. Ketika kepala sekolah, presiden bank, atau kapten tentara

berbicara (dengan asumsi arahan mereka dipandan ada dalam wewenang jabatan mereka), para

guru, teller, dan letnan satu akan mendengarkan dan, biasanya, mematuhinya.

B.Kekuasaan Pribadi

1) Kekuasaan karena Keahlian

Kekuasaan karena keahlian (expert power) adalah pengaruh yang diperoleh dari keahlian,

keterampilan khusus, atau pengetahuan. Keahlian telah menjadi salah satu sumber pengaruh

yang paling kuat karean dunia sudah semakin berorientasi pada teknologi. Karena pekerjaan

semakin terspesialiasi, kita menjadi semakin bergantung kepada para ahli untuk mencapai tujuan.

Jadi, meskipun secara umum diakui bahwa dokter memiliki keahlian dan dengan memiliki

kekuasaan sebagai ahli sebagian besar diantara kita mengikuti saran-saran yang diberikan oleh

dokter kita Anda juga harus mengakui bahwa para spesialis bidang komputer, akuntan pajak, ahli

ekonomi, mengakui bahwa para spesialis bidang komputer, akuntan pajak, ahli ekonomi,

psikolog industri,dan spesialis – spesialis lain mampu menjalankan kekuasaan sebagai hasil dari

keahlian mereka.

2) Kekuasaan Acuan

Kekuasaan acuan (referent power) didasrakan pada identifikasi terhadap seseorang yang

memiliki sumer daya atau sifat-sifat personal yang menyenangkan. Jika saya menyukai,

menghormati, dan mengagumi Anda, Anda dapat menjalankan kekuasaan atas saya karena saya

inginkan menyenangkan hati Anda. Kekuasaan rujukan berkembang dari kekaguman terhadap

orang lain dan hasrat untuk menjadi seperti orang itu.

1.3 Landasan Kekuasaan yang Paling Efektif

Hal yang menarik adalah bahwa penelitian secara cukup jelas menunjukkan bahwa

sumber-sumber kekuasaan yang bersifat pribadilah yang paling efektif. Kekuasaan karena

keahlian terhadap penyeliaan, komitmen keorganisasian mereka, dan kinerja mereka, sedangkan

kekuasaan imbalan dan legitimasi tampaknya tidak terkait secara langsung dengan hasil

semacam ini.

2. Ketergantungan : Kunci Menuju Kekuasaan

Aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini merupakan suatu fungsi

ketergantungan. Dalam bagian ini, akan ditunjukkan betapa pentingnya pemahaman mengenai

ketergantungan dalam upaya untuk lebih lanjut memahami kekuasaan itu sendiri.

2.1 Postulat Umum tentang Ketergantungan

Semakin besar ketergantungan B kepada A, semakin besar kekuasaan A atas B. Ketika

Anda memiliki apa pun yang dibutuhkan orang lain dan hanya Anda seorang dirilah yang

mengendalikannya, Anda membuat orang lain itu bergantung kepada Anda dan, karena itu, Anda

berkuasa atasnya. Jadi, ketergantungan berbanding terbalik dengan sumber-sumber penawaran

alternatif.

2.2 Penyebab Ketergantungan

Ketergantungan akan meningkat manakala sumber-sumber daya yang Anda kendalikan

itu penting, langka, dan tak tergantikan.

a. Nilai Penting. Jika tak seorang pun menginginkan yang Anda miliki, ketergantungan pada

Anda tidak akan tercipta. Karena itu, untuk menciptakan ketergantungan, hal-hal yang Anda

kontrol haruslah hal-hal yang dipandang penting. Banyak organisasi, misalnya, secara aktif

berusaha menghindari ketidakpastian. Karenanya kita akan menemukan bahwa individu atau

kelompok yang dapat menghilangkan ketidakpastian suatu organisasi akan dipandang sebagai

penguasa sumber daya yang penting.

b. Kelangkaan. Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, jika sesuatu itu berjumlah banyak,

kepemilikan atasnya tidak akan meningkatkan derajat kekuasaan Anda. Suatu sumber daya harus

bisa dilihat sebagai sesuatu yang langka guna menciptakan ketergantungan. Ini dapat membantu

menjelaskan bagaimana para bawahan dalam sebuah organisasi yang memiliki pengetahuan

penting yang tidak dimiliki pemimpin mendapatkan kekuasaan atas kelompok yang disebut

terakhir ini. Kepemilikan sumber daya yang langka dalam hal ini, pengetahuan yang penting

menjadikan pemimpin bergantung pada bawahan.

Hubungan kelangkaan – ketergantungan lebih jauh dapat dilihat dalam kekuasaan yang termasuk

kategori jabatan. Individu-individu yang memiliki jabatan di mana persediaan personel relatif

rendah dibandingkan dengan kebutuhnnya dapat merundingkan paket-paket kompensasi dan

tunjangan yang jauh lebih menarik dibanding bila jumlah calonnya banyak. Pengelola perguruan

tinggi saat ini tidak menemui masalah utnuk mencari dosen bahasa Inggris. Sebaliknya pasar

untuk guru teknik komputer sangat ketat : permintaan memungkinkan mereka utnuk

merundingkan gaji yang lebih tinggi, beban mengajar yang lebih rendah, dan tunjangan lainnya.

c. Keadaan Tak Tergantikan. Semakin sedikit pengganti yang tersedia bagi suatu sumber daya,

semakin besar kekuasaan yang diberikan oleh kontrol atas sumber daya tersebut. Pendidikan

yang lebih tinggi sekali lagi menyediakan contoh yang sempurna. Di universitas-universitas di

mana ada tekanan yang kuat bagi tenaga pengajar untuk menerbitkan karya mereka, kita dapat

mengatakan bahwa kekuasaan seorang kepala jurusan atas seorang tenaga pengajar berkorelasi

terbalik dengan banyaknya publikasi tenaga pengajar yang bersangkutan. Semakin banyak

pengakuan yang diterima oleh seorang tenaga pengajar itu melalui publikasi karyaya, semakin

leluasalah ia. Artinya, karena universitas-universitas lain menginginkan tenaga pengajar yang

banyak mempublikasikan karyanya dan terpandang, pemintaan akan jasa tenaga pengajar

tersebut pun meningkat. Meskipun masa kerja juga turut mengubah hubungan ini dengan cara

membatasi alternatif yang dimiliki kepala jurusan, tenaga-tenaga pengajar yang baru sedikit

mempublikasikan karyanya atau tidak memiliki publikasi sama sekali memiliki mobilitas paling

kecil dan mendapat pengaruh terbesar dari atasan mereka.

3. Taktik Kekuasaan

Taktik kekuasaan adalah cara individu menerjemahkan landasan kekuasaan ke dalam

tindakan-tindakan tertentu. Penelitian telah mengidentifikasi sembilan macam taktik pengaruh,

yaitu :

1. Legitimasi. Mengandalkan posisi kewenangan seseorang atau menekankan bahwa sebuah

permintaan selarasdengan kebijakan atau ketentuan dalam organisasi.

2. Persuasi rasional. Menyajikan argumen-argumen yang logis dan berbagai bukti faktual untuk

memperluhatkan bahwa sebuah permintaan itu masuk akal.

3. Seruan inspirasional. Mengembangkan komitmen emosinal dengan cara menyerukan nilai-

nilai, kebutuhan, harapan, dan aspirasi sebuah sasaran.

4. Konsultasi. Meningkatkan motivasi dan dukungan dari pihak yang menjadi sasaran dengan

cara melibatkannya dalam memutuskan bagaimana rencana atau perubahan akan di jalankan.

5. Tukar pendapat. Memberikan imbalan kepada terget atau sasaran berupa uang atau

penghargaan lain sebagai ganti karena mau menaati suatu permintaan.

6. Seruan pribadi. Meminta kepatuhan berdasarkan persahabatan atau kesetiaan.

7. Menyenangkan orang lain. Menggunakan rayuan, pujian, atau perilaku bersahabat sebelum

membuat permintaan.

8. Tekanan. Menggunakn peringatan, tuntutan tegas, dan ancaman.

9. Koalisi. Meminta bantuan orng lain untuk membujuk sasaran (target) atau mengguanakan

dukungan orang lain sebagai alasan agar si sasaran setuju.

3.1 Kekuasaan dalam kelompok : Koalisi

Koalisi yaitu suatu kelompok informasi yang diikat bersama dengan sebuah isu yang

diperjuangkan berasama pula. Cara alamiah untuk mendapatkan pengaruh adalah dengan

menjadi pemegang kekuasaan. Karena itu, orang-orang nyang menginginkan kekuasaan akan

berupaya membangun landasan kekuasaan pribadi. Tetapi, dalam banyak contoh, hal ini mungkin

sulit, beresiko, mahal, atau bahkan mustahil. Bila demikian, upaya akan dilakukan untuk

membentuk koalisi dari dua atau lebih. “ orang di luar kekuasaan” uyang, dengan bersatu, dapat

menggabungkan sumber-sumber daya mereka guna meningkatkan kekuasaan. Koalisi yang

berhasil terdiri atas anggota-anggota yang sifatnya cair dab bisa terbentuk secara cepat,

menjangkau isu yang menjadi sasaran mereka, dan cepat pula bubarnya”.

3.2 Pelecehan seksual : ketidakseimbangan kekuasaan di tempat kerja

Pelecehan seksual yaitu segala aktivitas yang bersifat seksual yang tidak diinginkan dan

memengaruhi pekerjaan seorang individu, serta menciptakan suasana kerja yang tak nyaman.

Pelecehan seksual didefinisikan sebagai segala aktivitas bersifat seksual yang tidak diinginkan

dan memengaruhi pekerjaan seorang individu, serta menciptakan suasana keerja yang tak

nyaman. Mahkamah Agung AS membantu memperjelas definisi ini dengan menambahkan

bahwa tes kunci untuk menentukan apakah telah terjadi pelecehan seks adalah apakah komentar

atau perilaku di suatu lingkungan kerja umumnya akan dianggap, dan memeng dipandang, tak

menyenangkan atau merendahkan.

Pelecehan seksual adalah masalah kekuasaan, yaitu seorang individu mencoba

mengendalaikan atau mengancam individu lainnya. Tindakan ini salah. Dan, berbuat tidak

senonoh terhadap perempuan atau laki-laki manapun menyalahi hukum. Namun anda dapat

memahami pelecehan seksual muncul kepermukaan dalam organisasi jika anda menganalisnya

dalam bingkai kekuasaan telah di jelaskan.

Bagaimana pelecehan seksual dapat mengakibatkan kehancuran sebuah organisasi, tetapi

tindakan ini sebenarnya dapat dihindari. Peran seorang manager dalam mencegah pelecehan

seksual sangat penting. Beberapa cara agar para manager dapat melindungi diri mereka sendiri,

dan karyawan mereka dari pelecehan seksual adalah sebagai berikut.

1) Pastikan adanya sebuah kebijakan yang dengan tepat mendefinisikan hal-hal yang

merupakan pelecehan seksual, yang memberi tahu karyawan bahwa mereka dapat dipecat karena

melakukan pelecehan seksual semacam itu kepada karyawan lain, dan yang menetapkan

prosedur untuk menyampaikan keluhan.

2) Yakinkan karyawan bahwa mereka tidak akan menghadap balasan jika mereka

menyampaikan keluhan mereka.

3) Selidiki setiap keluhan dan ikut sertakan divisi legal dan sumber daya manusia perusahaan.

4) Pastikan bahwa pelakunya terena sangsi atau diberhentikan.

5) Adakan seminar internal untuk membangkitkan kesadaran karyawan akan isi-isu seputar

pelecehan seksual dan pelecehan.

Kesimpulannya adalah bahwa para manager memiliki tanggung jawab untuk melindungi

karyawan merekan dari lingkungan kerja yang tak menyenangkan, tetapi mereka juga perlu

melindungi diri mereka sendiri. Para manager mungkin tidak menyadari bahwa salah seorang

karyawan mereka mengalami pelecehan seksual. Tetapi, hal itu tidak akan melindungi mereka

atau organisasi mereka. Jika para penyelidik hukum menyakini bahwa seorang manager tahu

tentang pelecehan seksual di lingkungan di bawah tanggung jawabnya, baik si manager maupun

perusahaan dapat dikenai tanggung jawab.


4. Politik: Kekuasaan yang Bermain

Ada lumayan banyak definisi untuk politik organisasi. Namun pada dasarnya berbagai

definisi tersebut berfokus pada penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi pengambilan

keputusan dalam organisasi atau pada perilaku anggota-anggotanya yang bersifat mementingkan

diri sendiri dan tidak melayani kebutuhan organisasi.

Namun dalam kasus ini perilaku politik didefinisikan sebagai aktivitas yang tidak

dianggap sebagai bagian dari peran formal seseorang dalam organisasi, namun yang

mempengaruhi atau berusaha mempengaruhi distribusi keuntungan dan kerugian didalam

organisasi tersebut. Definisi ini mencangkup berbagai upaya untuk mempengaruhi tujuan,

kriteria atau prosesyang digunakan dalam pengambilan keputusan, ketika kita menyatakan

bahwa politik terkait dengan “distribusi keuntungan dan kerugian didalam organisasi”. Didalam

perilaku politik terdapat dua dimensi “sah dan tidak sah”. Perilaku Politik Sah yaitu perilaku

politik yang mengacu pada politik sehari-hari normal. Sedangkan perilaku Politik tidak Sah

yaitu perilaku politik yang berat yang menyimpan aturan permainan yang telah ditentukan.

4.1 Realitas Politik

Realitas produk adalah kenyataan hidup dalam organisasi. Orang yang mengambil

kenyataan ini akan menanggung sendiri resikonya. Pertanyan yang sering muncul, haruskah

poltik ada? Tidak mungkinkah sebuah organisasi bebas dari politik? Jawabanya mungkin saja,

tetapi pada umumnya tidak mungkin.

Organisasi terbentuk dari individu dan kelompok dengan nilai, tujuan dan kepentingan

yang berbeda-beda. Fakta ini, mengandung potensi timbulnya konflik untuk memperebutkan

sumber daya. Anggaran departemen, alokasi ruang, tanggun jawab proyek hanyalah contoh dari

sumber daya yang dapat diperebutkan dan diperjuangkan oleh karyawan.

Sumber daya yang dimiliki organisasi juga terbatas, sehingga potensi konflik berubah

menjadi konflik nyata. Jika sumber daya melimpah, semua konstituen yang beragam dalam

organisasi dapat mempengaruhi kebutuhannya. Sehingga dapat menimbulkan ketidaksepakatan.

4.2 Faktor-faktor yang Berkontribusi terhadap Perilaku Politik

Tidak semua kelompok atau organisasi sama politisnya. Penelitian dan observasi baru-

baru ini telah mengidentifikasikan beberapa faktor yang kiranya mendorong perilaku poltik.

Faktor-faktor tersebut adalah faktor individu dan faktor organisasi.

a. Faktor Individu

1) Kemampuan merefleksi diri yang baik

2) Pusat Kendali Internal

3) Kepribadian yang lincah

4) Investasi Organisasi

5) Alternatif pekerjaan lain

6) Harapan akan kesuksesan

b. Faktor Organisasi

1) Realokasi sumber daya

2) Peluang promosi

3) Tingkat kepercayaan rendah

4) Ambiguitas peran

5) Sistem evaluasi kerja tidak jelas

6) Praktik imbalan zero-sum

7) Pengambilan keputusan yang demokratis

8) Tekanan kinerja tinggi

9) Manajer senior yang egois

4.3 Orang Menanggapi Politik Organisasi

Manakala memandang politik sebagai ancaman alih-alih sebagai peluang, orang tak

jarang akan meresponnya dengan perilaku defensif (defensive behavior) yang merupakan

perilaku reaktif dan protektif untuk menghindari aksi, disalahkan atau perubahan. Dan, perilaku

defensif sering disertai perasaan megatif terhadap pekerjaan dan lingkungan kerja. Dalam jangka

pendek, karyawan mungkin mendapati bahwa sikap defensif melindungi kepentingan mereka

sendiri. Tetapi dalam jangka panjang, sikap tersebut melamahkan mereka. Orang-orang yang

senantiasa mengandalkan sikap defensif mendapati bahwa, pada akhirnya, inilah satu-satunya

cara yang mereka ketahui bagaimana harus bersikap.

4.4 Mengelola Kesan

Dipandang positif oleh orang lain akan bermanfaat bagi orang-orang di dalam organisasi.

Dalam konteks politik, kesan yang bagus mungkin bisa membantu memengaruhi distribusi

keuntungan untuk kepentingan mereka sendiri. Proses yang digunakan para individu untuk

mengendalikan kesan yang dibentuk orang lain terhadap diri mereka disebut pengelolaan atau

manajemen kesan (impression management).

4.5 Etika Berprilaku secara Politis

Pembahasan ini mengenai politik dengan memberikan beberapa panduan etis untuk

perilaku politik. Meskipun tidak ada cara pasti untuk membedakan proses berpolotik yang etis

dan tidak etis. Terkadang orang terlibat dalam perilaku politik karena alasan kecil yang baik.

Kebohongan terang-terangan bisa menjadi contoh yang ekstrim dari pengaturan kesan. Intinya

adalah bahwa sebelum berbuat demikian, satu hal yang harus diingat adalah pakah hal itu benar-

benar sepadan dengan risikonya. Pertanyaan lain yang harus diajukan adalah sebuah pertanyaa

etis yaitu bagaimana manfaat terlibat dalam perilaku politik mengimbangi segala bahaya yang

akan mengenai orang lain?. Pertanyaan terakhir yang perlu dijawab adalah apakah kegiatan

politik selaras dengan standar kesetaraan dan keadilan.

5. Definisi Imbalan dalam Organisasi

Kompensasi adalah fungsi manajemen sumber daya manusia yang berkaitan dengan

semua bentuk penghargaan yang dijanjikan akan diterima karyawan sebagai imbalan dari

pelaksanaan tugas dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan (Ivancevich,1998). Sistem

imbalan adalah pemberian salah satu bentuk penghargaan kepada karyawan atas sumbangannya

kepada organisasi terutama tercermin dari prestasi karyanya (Siagian,2002). Sistem imbalan baik

berupa financial maupun non financial yang dikendalikan oleh organisasi dapat digunakan

sebagai alat untuk memotivasi karyawannya (Simamora, 2001).

Sistem imbalan yang baik adalah sistem yang mampu menjamin kepuasan para anggota

organisasi yang pada gilirannya memungkinkan organisasi memperoleh, memelihara, dan

memperkerjakan sejumlah orang yang dengan berbagai sikap dan perilaku positif bekerja dengan

produktif bagi kepentingan organisasi.

5.1 Maksud dan Tujuan dari Imbalan

Terdapat beberapa maksud dari pemberian reward di dalam sebuah organisasi, yaitu :

a. Penghubung kepentingan organisasi dalam individu

Kepentingan individu seringkali tidak seiring dengan kepentingan organisasi, maka dengan

pemberian imbalan yang baik maka kesenjangan tersebut dapat diatasi.

· b. Pilihan organisasi

Dengan sistem imbalan yang baik akan memberikan keleluasan bagi organisasi untuk memilih

calon alternative individu yang diinginkan sesuai dengan bidangnya atau kompetensi.

· c. Mempengaruhi kepuasan

Didalam perilaku organisasi dikatakan bahwa kompensasi/imbalan dapat meningkatkan

kepuasan karyawan terhadap pekerjaannya yang juga sekaligus memacu motivasi individu kerja.

· d. Umpan balik

Standar imbalan tertentu akan menunjukkan kinerja yang harus diberikan kepada individu di

dalam organisasi dari pekerjaan yang dilakukan.

· e. Pemberdayaan

Dengan imbalan yang cukup baik akan dapat meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri di

dalam organisasi dalam berhadapan dengan lingkungannya.

Menurut Notoatmodjo (1998:67), tujuan dari kebijakan pemberian kompensasi meliputi :

1. Menghargai prestasi karyawan

2. Menjamin keadilan gaji karyawan

3. Mempertahankan karyawan atau mengurangi turnover karyawan

4. Memperoleh karyawan yang bermutu

5. Pengendalian biaya

6. Memenuhi perauturan-peraturan

5.3 Jenis-jenis Imbalan

Jenis imbalan menurut Gitosudarmo (1997:227) Ada 2 yaitu imbalan intrinsik dan

imbalan ekstrinsik. Imbalan intrinsik adalah imbalan yang berkaitan dengan pekerjaan itu

sendiri. Imbalan intrinsik meliputi penyelesaian, pencapaian prestasi, otonomi, dan

pertumbuhan pribadi. Imbalan intrinsik ini penting bagi para manajer karena imbalan ini

merupakan kunci untuk membuka kekuatan motivasi seseorang sebab motivasi merupakan

pekerjaan dari diri sendiri dan merupakan kemauan dari pribadi itu sendiri (Gibson, Ivancevich,

dan Donnelly, 1985). Imbalan ekstrinsik adalah imbalan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan

tetapi berasal dari pekerjaan. Imbalan ekstrinsik ini merupakan ‘pemuas’ yang datang dari

lingkungan luar dimana kita kerja atau tinggal. Imbalan ekstrinsik meliputi imbalan finansial,

jaminan sosial, pembagian keuntungan, pengakuan, promosi, supervisi, persahabatan, dan

perbedaan kompensasi (Anonimous, 2002).

5.4 Pengaruh Imbalan dalam Kinerja Organisasi

Apabila seseorang memperhatikan pemberian imbalan kepada karyawan maka karyawan

dengan kesadarannya akan mengerjakan tanggung jawab mereka dengan baik dan juga akan

bekerja lebih keras untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi dengan meningkatkan hasil kerja

mereka yang akan semakin baik yang secara tidak langsung, produktivitas mereka pun

meningkat pula. Dengan meningkatkan produktivitas karyawan maka akan berdampak pada

pertumbuhan produktivitas perusahaan yang artinya meningkatkan laba organisasi yang mungkin

diperlukan untuk menjaga eksistensi organisasi, melakukan ekspansi maupun mengembangkan

usaha.


6. Definisi Hukuman dalam Organisasi

Hukuman mengacu pada perilaku bila segera diikuti oleh presentasi atau oleh pencabutan

atau penghentian rangsangan yang menurunkan tingkat perilaku dimasa depan (Azrin dan Holz,

1966). Hukuman (punishment) adalah sebuah cara untuk mengarahkan sebuah tingkah laku agar

sesuai dengan tingkah laku yang berlaku secara umum. Dalam hal ini, hukuman diberikan ketika

sebuah tingkah laku yang tidak diharapkan ditampilkan oleh orang yang bersangkutan atau orang

yang bersangkutan tidak memberikan respon atau tidak menampilkan sebuah tingkah laku yang

diharapkan.

Ada 3 fungsi penting dari hukuman yang berperan besar bagi pembentukan tingkah laku

yang diharapkan :

1. Membatasiperilaku. Hukuman menghalangi terjadinya pengulangan tingkah laku yang

tidak diharapkan

2. Bersifat mendidik

3. Memperkuat motivasi untuk menghindarkan diri dari tingkah laku yang tidak diharapkan

6.1 Tujuan Hukuman dalam Organisasi

Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan pegawai. Dengan

sanksi hukum yang semakin berat, maka pegawai akan semakin takut untuk melanggar

peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan perilaku indispliner pegawai juga akan semakin

berkurang. Sanksi hukum harus diterapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal dan

diinformasikan secara jelas kepada seluruh pegawai. Sanksi hukum harus bersifat mendidik

pegawai untuk mengubah perilakunya yang bertentangan dengan peraturan/ketentuan yang sudah

disepakati bersama.

Yang perlu diperhatian dalam memberikan hukuman :

1. Penentuan waktu, waktu penerapan hukuman merupakan hal yang penting.

2. Intensitas. Hukuman mencapai keefektifan yang lebih besar jika stimulus yang tidak

disukai relatif kuat.

3. Penjadwalan, Dampak hukuman tergantung pada jadwal. Pengertian konsistensi atau

kemantapan penerapan setiap jenis jadwal jenis hukuman adalah penting.

4. Kejelasan alasan, kesadaran atau pengertian memainkan peranan penting dalam

hukuman. Dengan menyediakan alasan yang jelas mengapa hukuman dikenakan dan

pemberitahuan tentang konsekuensi mendatang, jika tanggapan yang tidak diharapkan

terulang kembali.

5. Tidak bersifat pribadi. Hukuman yang ditujukan pada suatu tanggapan khusus tidak

kepada orang atau pola umum perilaku.

6.2 Pengaruh Hukuman dalam Kinerja Organisasi

Dengan adanya hukuman maka akan meningkatkan disiplin kerja yang dapat

mempengaruhi kinerja karyawan. Karena dengan memilki disiplin kerja yang tinggi maka

seorang karyawan akan melaksanakan tugas atau pekerjaannya dengan tertib dan lancar sehingga

hasil kerjanya (kinerjanya) akan meningkat serta akan berdampak pula pada tujuan perusahaan

yang dapat dicapai secara optimal.




Daftar Pustaka :

Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi, Organizational Behavior,

Buku 2 Edisi 12. (hal. 128-161). Jakarta : Salemba Empat.

Suwarto FX, Perilaku Keorganisasian, Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 1999.

Stoner, James A.F dkk, Manajemen jilid II, Edisi bahasa Indonesia, PT Indeks Gramedia Group,

1996.

http://raditut.blogspot.com/2013/05/imbalan-dan-hukuman-dalam-organisasi.html?m=1 (Diakses

pada tanggal 27 Oktober 2018



politik

No comments:

Post a Comment