Perjanjian Niaga Elektronik - Para Menteri Ekonomi ASEAN menandatangani Perjanjian Niaga Elektronik (ASEAN Agreement on Electronic Commerce) di sela KTT ASEAN ke-33 di Singapura, Senin (12/11/2018). Dalam peluang tersebut, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita muncul mewakili Indonesia.

"Ini ialah perjanjian kesatu di dunia yang ditandatangani dalam konteks regional Free Trade Agreement (FTA) yang bertujuan guna memfasilitasi dan membuat lingkungan yang inovatif untuk perkembangan niaga elektronik. ASEAN yakin, dengan implementasi Perjanjian ini maka perekonomian Indonesia dan negara anggota ASEAN lainnya bakal tumbuh pesat," ujar Mendag, dilansir dari siaran pers, Rabu (14/11/2018).
Enggar mengatakan, perjanjian ini antara lain menata perdagangan lintas batas antar negara anggota ASEAN, lokalisasi data, serta mendorong negara-negara di area ASEAN guna mewujudkan sistem pembayaran elektronik yang aman dan saling terintegrasi satu sama lain.
Dia menambahkan, perjanjian ini bakal memberi ruang untuk seluruh anggota ASEAN guna mendorong perkembangan ekonomi berbasis e-commerce dengan menerapkan kepandaian nasional setiap yang sejalan dengan Perjanjian ini.
Enggar pun meyakini bahwa akibat positifnya bakal signifikan untuk Indonesia, sebab pada ketika yang sama Indonesia sedang mendorong tumbuhnya kegiatan bisnis tergolong skala usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) laksana usaha rintisan (startup).
Sesuai Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik 2017-2019, Indonesia menargetkan guna menjadi perekonomian digital terbesar pada 2020.
"UMKM diinginkan dapat memanfaatkan platform niaga elektronik di Indonesia dan ASEAN guna dapat menjebol pasar ASEAN dan global. Bagi itu, pemerintah bakal mendorong upaya penambahan daya saing UMKM," tambahnya.
Berdasarkan ringkasan dokumen yang diterima, ada paling tidak empat poin urgen dari Perjanjian ini:
1. ASEAN Agreement on E-Commerce ialah implementasi dari Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) 2025 untuk menambah kerjasama negara anggota di bidang e-commerce.
Tujuannya, memfasilitasi transaksi cross border e-commerce di ASEAN, mendorong terciptanya ekosistem e-commerce yang kondusif serta menambah kerja sama antar negara ASEAN guna mengembangkan e-commerce dan memanfaatkannya untuk membuat pertumbuhan inklusif dan meminimalisir kesenjangan di ASEAN. Perjanjian ini pun memandang perlunya perlakuan yang adil untuk perdagangan barang online dan offline.
2. Perjanjian ini terdiri dari 19 artikel, dengan beberapa tulisan bersangkutan akses pasar, antara beda cross border transfer of information (art. 7.4), location of computing facilities (art. 7.6) dan electronic payment (art. 9). Ketentuan ini mengharuskan seluruh negara anggota ASEAN guna tidak memberi batas perpindahan data antar negara, tidak mensyaratkan lokalisasi computing facilities, dan mendorong sistem pembayaran elektronik yang aman, efisien, dan interoperable. Akan tetapi, terdapat sejumlah pengecualian guna tetap memberi ruang untuk kebijakan nasional setiap negara.
3. Isu customs duties yang menata pengenaan bea masuk guna produk yang diperdagangkan melewati electronic transmission belum dimasukkan ke dalam Perjanjian ini sebab negara anggota belum sepaham atas pengertian electronic transmission dan mekanisme pengambilan bea masuknya. Negara anggota sepakat mengawal komitmen Moratorium WTO dan memberikan pembahasannya pada ASEAN Working Group on Customs.
4. Pada pertemuan ASEAN Coordinating Committee on E-Commerce (ACCEC) tanggal 6 November 2018, negara anggota yang mengaku siap menandatangani Perjanjian ialah Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia dan Singapura, namun utusan yang telah mempunyai full power baru Indonesia, Kamboja, dan Laos. Negara lainnya masih dalam etape menyiapkan proses domestik.
No comments:
Post a Comment