Monday, December 3, 2018

IDEOLOGI POLITIK

title

IDEOLOGI POLITIK




OLEH:


KELOMPOK 1




ANGGOTA:

1. AQIL FADHLULLAH (161042009)

2. RAISSA MIRANDA DIVA (1710422027)

3. JIHAN APRILIA NAWAWI (1710423027)




JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG, 2018

BAB I

PENDAHULUAN


Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi sendiri diciptakan

oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan "sains tentang

ide". Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara

memandang segala sesuatu (bandingkan Weltanschauung), secara umum (lihat

Ideologi dalam kehidupan sehari hari) dan beberapa arah filosofis (lihat Ideologi

politis), atau sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh

anggota masyarakat. Tujuan untama dibalik ideologi adalah untuk menawarkan

perubahan melalui proses pemikiran normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran

abstrak (tidak hanya sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik

sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara implisit setiap pemikiran

politik mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir

yang eksplisit.

rumusan masalah

1. Apa pengertian politik dan ideologi ?

2. Bagaimana perkembangan politik dunia dan hubungan politik internasional ?

3. Bagaimana implementasi ideologi politik terhadap ideologi pendidikan islam ?

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Ideologi

Ideologi berasal dari kata Yunani idein yang berarti melihat,atau idea atau

yang berarti raut muka,perawakan,gagasan,buah pikiran,dan kata logia yang berarti

ajaran.Dengan demikian ideologi adalah ajaran atau ilmu tentang gagasan dan buah

pikiran atau science des ideas(Al.Marsudi,2001:57).

Puspowardoyo(1992) menyebutkan bahwa ideologi dapat dirumuskan sebagai

kompleks pengetahuan dan nilai yang secara keseluruhan menjadi landasan bagi

seseorang atau masyarakat untuk memahami jagat raya bumi seisinya serta

menentukan asikap dasar untuk mengolahnya.Berdasarkan pemahaman yang

dihayatinya,seseorang menangkap apa yang dilihat benar dan tidak benar,serta apa

yang dinilai baik dan tidak baik.

Pengertian ideologi secara umum adalah suatu kumpulan gagasan,ide,keyakinan serta

kepercayaan yang bersifat sistematis yang mengarahkan tingkah laku seseoarang

dalam berbagai bidang kehidupan,

1. Pengertian Ideologi Menurut Para Ahli

Untuk lebih memahami tentang pengertian ideologi itu, berikut ini dikemukakan

beberapa pengertian ideologi menurut para ahli :

 Traccy, “Ideologi adalah suatu sistem penilaian mengenai teori politik, sosial

budaya dan ekonomi”.

 Karl Mark, Ideologi adalah ajaran yang menjelaskan suatu keadaan, terutama

struktur kekuasaan, sedemikian rupa sehingga orang menganggapnya sah, padahal

jelas tidak sah.

 Ensiklopedia Polpuler Politik pembangunan Pancasila, ideologi merupakan cabang

filksafat yang mendasari ilmu-ilmu seperti sosiologi dan politik.

 Menurut Frans Magnis Suseno (1989. hal: 50-51). Ideologi itu bukan cita-cita yang

sudah hidup dalam masyarakat, melainkan berupa cita-cita sebuah kelompok yang

mendasari suatu program untuk mengubah dan memperbaharui masyarakat. Ideologi

tertutup adalah musuh tradisi. Kalau kelompok itu berhasil merebut kekuasaan politik,

ideologinya itu akan dipaksakan pada masyarakat. Pola dan irama kehidupan norma-

norma kelakuan dan nilai-nilai masyarakat akan diubah sesuai dengan ideologi itu.

Ideologi tertutup biasanya bersifat totaliter, jadi menyangkut seluruh bidang

kehidupannya. “Dengan ideologi disini dimaksud segala macam ajaran tentang makna

kehidupan, tentang nilai-nilai dasar dan tentang bagaimana manusia harus hidup dan

bertindak.

 Kenet R Hoover menyatakan bahwa ideologi merupakan bagian yang sangat

mendasar dari kehidupan politik. Menurut beliau :

Generally, an ideology consist of idea about how power in society ought to be

organized. These ideas are derived from a view of the problems and possibilities

inhernt in human nature in its individual and social aspects….ideology is a crucial

part of political life. (2004. hal:4-5)

Dalam pandangan Apter, sebuah ideologi biasanya terdiri dari pemikiran-

pemikiran tentang bagaimana untuk mengatur kekuasaan yang ada didalam

masyarakat. Beliau lebih memandang identitas dan karakteristik dari kondisi manusia,

sekalipun hal ini merupakan suatu penyangkalan bahwa semua orang berbagi sifat

yang biasa. Karakterisasi kehidupan tersebut menggunakan gambaran tentang

hubungan kekuasaan antara individu dan masyarakat. Namun Frans Magnis Suseno

lebih memandang secara filsafat, dalam pandangannya meskipun ideologi tidak lepas

dari masyarakat, namun harus dibedakan daripadanya karena juga bekerja dalam

bentuk abstrak, sebagai keyakinan atau kepercayaan seseorang yang dipegangnya

dengan teguh, kekuatan ideologi terletak dalam pegangannya terhadap hati dan akal

kita. Merangkul ideologi berarti meyakini apa saja yang termuat di dalamnya dan

kesediaan untuk melaksanakannya.ideologi memuat agar orang mengesampingkan

penilainnya sendiri dan bertindak sesuai dengan ajarannya. Di sini dimaksudkan

bukan hanya ideologi dalam arti keras dan tertutup, melainkan setiap ajaran dan

kepercayaan yang memenuhi definisi di atas. Agama pun dapat dikelompkkan di

sini.”

Kenneth R. Hoover (1994) lebih melihat bahwa tentang spektrum ideologis

itu, sisi yang terletak disebelah kiri dihubungkan dengan keyakinan bahwa persamaan

antara orang-orang lebih penting daripada perbedaannya. Dan sisi yang terletak

disebelah kanan dihubungkan dengan keyakinan bahwa perbedaan lebih penting

daripada persamaan. Kemudian mengenai kajiannya secara sistemik, elemen-elemen

dari setiap ideologi digambarkan diantara warga negara dan masyarakat. Ideologi

merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan politis. Masyarakat modern

membangun struktur otoritas yang sangat besar pada konsep kekuasaan yang berasal

dari ideologi. Dalam cakupan sistem, ideologi mencakup pemikiran-pemikiran dari

ilmu ekonomi, sosiologi, politik dan filosofi yang menyediakan tema-tema intelektual

yang bergabung dari suatu kultur. Kita tidak bisa menentukan secara meyakinkan

mengenai apakah pemikiran-pemikiran ini memang benar-benar menentukan tindakan

kita, tetapi tidak ada keraguan bahwa setiap tindakan itu selalu terhubung dengan

pemikiran.

Dari beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, pokok persoalan

ideologi-ideologi dapat ditemukan dalam koridor pertanyaan simpel menyangkut

kebebasan dan otoritas (freedom and authority). Karena pada dasarnya manusia

memiliki hak kebebasan yang menyatu dengan kewajibannya, apa yang menapikan

kebebasannya itulah batasan kebebasan apa yang dilakukannya. Beberapa ideologi

diorientasikan untuk kekuasaan negara. Namun, berkaitan dengan perilaku politik,

ideologi berjalan secara bebas pada pertimbangan atas golongan, kepentingan pribadi

dan dinamika politik-birokrasi. Kemudian dalam kaitannya dengan suatu keputusan,

ideologi dapat memaksa pandangan dan kehendak banyak orang kepada pokok

persoalan tertentu, dan ideologi juga mampu mempengaruhi keputusan-keputusan

dalam pemungutan suara. Dengan demikian secara lebih luas ideologi tidak hanya

mampu merasuk dalam pemikiran orang banyak, tetapi meresap terhadap aspek

jiwanya yang akan tampak dalam tidakan dalam kesehariannya.

2. Cirri – Ciri Ideologi

Ideologi berasal dari kata ideas dan logos. Ideas berarti gagasan,konsep,

sedangkan logos berarti ilmu. Pengertian ideologi secara umum adalah sekumpulan

ide, gagasan, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis dalam bidang

politik, ekonomi, sosial, budaya dan keagamaan.

Ciri-ciri ideologi adalah sebagai berikut:

 Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan

kenegaraan.

Oleh karena itu, mewujudkan suatu asas kerohanian, pandanagn dunia, pandangan

hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara diamalkan dilestarikan

kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan

kesediaan berkorban.


3. Fungsi Ideologi


Setelah mengetahui pengertian ideologi, kita juga harus mengetahui fungsi

dari ideologi tersebut. Soerjanto Poespowardojo mengemukakan fungsi ideologi

sebagai berikut:


1.Struktur kognitif, yakni keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan landasan

untuk memahami kejadian dalam keadaan alam sekitarnya.

2.Orientasi dasar, dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta

menunjukkan tujuan dalam kehidupan masyarakat.

3.Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang.

4.Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menentukan identitasnya.

5.Kemampuan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk

menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.

6.Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati, serta

mempolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang

terkandung didalamnya.

Kesimpulan yang bisa ditarik adalah sekalipun pengertian ideologi bervariasi, tetapi

jika dicermati sesungguhnya terkandung inti-inti kesamaan. Kesamaan-kesamaannya,

yakni ideologi adalah prinsip, dasar, arah, dan tujuan dalam kehidupan. Selain

mengetahui pengertian ideologi, kita juga harus mengetahui fungsi ideologi. Ideologi

berfungsi mendasari kehidupan masyarakat sehingga mampu menjadi landasan,

pedoman, dan bekal serta jalan bagi suatu kelompok, masyarakat, bangsa, dan negara.

Ideologi dan Politik Dunia

Berbeda dengan zaman dahulu, manusia pada zaman sekarang telah

dipengaruhi oleh banyak aliran-aliran kepercayaan atau sistem paham untuk

menjelakan realita hidup. Pada abad ke-18, manusia bersifat idealis,

sedangakan abad ke -19 cinderung bersifat optmistik. Dalam dewasa ini

manusia hanya percaya kepada kebenaran yang dicarinya melaluli sistem

kepercayaan yang sistematik dan komperensip. Hal ini mencakup politik

internasioanl karena ketidaksanggupan dalam menghadapi dilemma(masalah).

Maka manusia meninggalkan realitas hidup melarikan diri ke fantasi rumusan

ideologi sehingga terjadi ketegangan , bahaya dan kemungkinan meledaknya

permusuhan yang tidak ada taranya dalam sejarah.

Pendekatan ideologi dalam masalah menghadapi dunia mempunyai beberapa

karakteristik sebagai berikut :

Ideologi cinderung untuk merumuskan masalah-masalah secara moral

sehingga konflik internasional akan merupakan benrokan antara yang jahat

dan yang baik, dengan tandanya pemusnahan secara bertahap.

Pertentangan ideologi (yang tida mungkin kontak antara negara-negara

yang ketat sisiem kepercayaanya) tidak mungkin dikompromikan karena

ideologi bersepakat.

Kebijakan yang berorientasikan ideologi tidak akan pernah berhasil seperti

halnya keberhasilan yang dicapai oleh kalkulasi, strategi, negara tidak dapat

membunuh cita-cita melainkan manusianya saja. Akan tetapi memusnahkan

manusia bukan berarti memusnahkan kepercayaan.

Peran ideologi dalam politik internasional tingat pengaruh ideologi pada

perumusan ideoogi serta segala akibatnya bagi politik internasional telah

semakin penting artinya. Hal ini diperjelas dengan diberlakukan rumusan

ideologi dalam politik dunia. masalah yang paling sering dihadapi oleh

emerintah disuatu negara dalam merumuskan politik luar negerinya adalah

saling tumpangtindihnya perumusan terebut. Di satu segi perumusan ideologi

bertolah dari pemahaman ideologi yang dogmatic (ajaran agama) atau mtode

tradisional dengan perkiraan realistik mengenai situasi komplit demi

kepentingan nasioalnya sendiri atau dari segi lain menurut informasi yang ada

mengenai situasi tadi. Pada situasi serupa ini diakui bahwa sulit terjadnya

hubungan yang kongstan antara ideologi dan realism.

Tetapi ideologi akan menjadi efektif apabila ada epeluang untuk

memilih tindakan-tindakan alternatifnya. Untuk mengetahui kecinderungan

mana yang akan timbul yaitu apakah ideologi atau pemikiran realistic yang

akan didahulukan maka haus diingat bahwa setiap negara harus memegang

teguh ideologinya sungguhpun tndakan yang dilakukanya menyimpang dari

tujuan semula. Tentu saja ideologipun akan menjadi sumber anggapan dasar

bagi kepentingan nasional dalam sasaran jangka panjang.

Mayarakat dalam kehidupan selalu melahirkan mitos (isapan jempol,

ataupun cerita-cerita yang dibuat-buat) untuk melindungi dirinya dalam realitas

kehidupan sosisal. Msyarakat politik yang dikendalikan oleh mitos bahakan

Thomas Hobbes dan Jhon Locke sebagai ahli-ahli teori, mengemukakan

desakan manusia politik sebagai tindakan manusia nasional dan hukum alam.

c. Perumusan Ideologi Dalam Politik Dunia

Sejak PD II (1938-1945) banyak sekali kriteria-kriteria dan konsep-

konsep yng mengbah sistem internasional. Rumusan-rumusan telah lahir dan

timbul dan pengaruhnya meluas ke negara-negara nontradisional. Di tahun

1950-an ada 3 macam ideologi yang telah tampil mempe ngaruhi dunia

stelah PD II, yaitu komunisme yang menjadi opini dunia dengan cita-cita

menuju kesuatu masyarakat dunia yang tidak berkelas dan tidak berbangsa,

dimana manusia hidup satu samalain sebagai saudara. Dengan keyakina

pandangan ini bersifat ilmiah kaum komunis berpendapat bahwa cita-cita akan

dapat dicapai dengan layak dan malahan tindakan dapat dihindari.

Ideologi kedua adalah yang dipahami oleh Amerika Serikat,

doktrinnya menggambarkan bahwa dunia itu adalah tertib hukum yang akan

melahirkan masyarakat negara yang damai dan harmonis, dimana kewajiban

perorangan maupun kelompok terhadap masyarakat memberi batasan-batasan

terhadap kebebasan negara. Hal ini merupakan terjemahan dari falsafah

domestic Amerika Serikat bertekad memperjuangkan kebebasan kehendak

(free will). Dengan tanggung jawab perseorangan atas tindakan –tindakan

yang dilakukannya. Namun Amerika Serikat tidak mampu meramalkan

keberhasilan realisasi impian mereka itu dan dapat memperkirakan

kemungkinannya saja.

Ideologi ketiga adalah revolusionisme. Dari dunia anti colonial yang

beranekaragam bentuknya yang mana bentuk utamanya berasal dari India

yang merdeka. Impiannya adalah dunia yang non-politis dimana perbedaan

antara negara tidak diperhatikan, berusaha membentuk kerjasama dunia untuk

menghapuskan kemiskinan dan meningkatkan kesejaheraan.

Bagi ketiga impian ideologi tersebut, terdapat syarat-syarat minimm, yaitu :

Bagi komunis, syarat mencegah gabungan antara perhimpunan yang membahayakan

sistem komunis dan membiarkan ketidakstabilan serta ketegangan dunia yang non-

komunis untuk memungkinkan perluasan pengaruhnya dan kekuatan komunis.

Singkatnya adanya kekacauan dunia non-komunis dapat menambah kekuatan

komunis.

Bagi bangsa Amerika Serikat, syaratnya mencakup stabilitas dunia untuk

memberikan kesempatan kepada mekanisme organisasi dunia yang ada agar dapat

terus berfungsi dan tumbuh berkembang dan sekaligus memperaruhkan posisi

Amerika Serikat dalam dunia internasional.

Bagi kaum anti-kolonial, syaratnya ada lebih banyak mulai dari penghapusan

kolonialisme sampai pada pembatasan negara-negara besar oleh mekanisme

internasional.

B. Politik Internasional Dan Hubungan Internasional

Istilah ini sering digunakan silih berganti yang sering digunakan di

suatu hal yang sama, tetapi para pendapat pakar internasional dan pakar

Hubungan Internasional harus dibedakan.

Politik Internasional, membicarakan keadaan politik yang ada

hubungannya dengan Internasional seperti diplomasi, hubungan antar Negara,

konflik-konflik, mengangkat Politik Internasional yang dilatarbelakangi

dengan menunjukan Hubungan Internasional antarnegara-negara yang

berdaulat. Sedangkn Hubungan Internasional merupakan suatu disiplin ilmu

yang mencakup suatu hubungan antara Negara dan kelompiok bangsa dalam

masyarakat internasional yang terkait dengan putusan-putusan ataupun

tekanan-tekanan, proses yang menentuk corak kehidupan bertindak , berpikir

secara manusia.

Adapun perbedaan tersebut menurut pakar ilmu politik internasional

dan pakar hubungan internasional, kedua ilmu itu dari waktu ke waktu sering

tumpah tindih tergantung tergantung pada situasi tempat dan waktu.

Implementasi Ideologi Politik Terhadap Pendidikan

1. Paradigma Pendidikan Islam di Indonesia.

Mengarahkan pandangan ke arah pembangunan pendidikan di

Indonesia tampaknya membutuhkan keseriusan. Banyak kendala yang

menghadang. Tidak hanya aspek internal, melainkan benturan kebudayaan

(clash of civization), memaksa pemerhati, pakar dan pelaku pendidikan untuk

mengkaji ulang mengenai orientasi sistem pendidikan bangsa. Paradigma

pendidikan yang berkembang di Indonesia lebih bersifat pada silent culture.

Dari sini kemdian timbul pertanyan, apa saja aspek kehidupan ini?

dalam konteks inilah para pemikir dan pengembang pendidikan mempunyai

visi berbeda-beda, perbedaan tersebut tidak bisa lepas dari sistem politik dan

watak sosiokultural yang mengitarinya. Misalnya, secara historis – sosiologis,

Muhaimin memetakan setidak-tidaknya telah muncul beberapa paradigma

pengembangan pendidikan (Islam) sebagai berikut:

a. Paradigma Formisme

Di dalam paradigma ini, aspek kehidupan dipandang dengan sangat

sederhana, dan kata kuncinya adalah dikotomi dan diskrit. Segala sesuatu

hanya dilihat dari dua sisi yang berlawanan, seperti laki-laki dan perempuan,

ada dan tidak ada, madrasah dan non madrasah, pendidikan agama dan

pendidikan umum,dan seterusnya.

Paradigma tersebut pernah terwjud dalam realitas sejarah pendidikan (islam).

Pada periode pertengahan, lembaga pendidikan islam (terutama

madrasah sebagai perguruan tinggi atau al-jamiah) tidak pernah menjadi

universitas yang difungsikan semata-mata untuk mengembangkan tradisi

penyelidikan bebas berdasarkan nalar. Ia banyak diabdika pada al-ulum al-

madinah. Sementara itu penguasa politik yang memprakasai berdirinya

madrasah, mungkin karna dorongan politik tertentu motivasi murni

menegakkan ortodoksi, sering mendikte madrasah atau al-jamiah untuk tetap

dalam kerangka ortodoksi (kerangka syariah)

b. Paradigma Mekanisme

Paradigma mekanisme memandang kehidupan terdiri dari berbagai

aspek dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan

seperangkat nilai kehidupan, yang masing-masing bergerak dan berjalan

menurut fungsinya, bagaikan sebuah mesin yang terdiri atas beberapa

komponen atau elemen-elemen, yang masing-masing menjalankan fungsinya

sendiri-sendiri, dan antara satu dengan yang lainnya bisa saling konsultasi atau

tidak.

Dalam paradigma ini, pendidikan agama sebagai sumber nilai lebih

menonjolkan fungsi moral dan spiritual atau demensi efektifnya dari pada

demensi kognitif dan psikomotor, dalam arti demensi kognitif dan psikomotor

diarahkan untuk pembinaan efektif (moral dan spiritual), yang berbeda dangan

mata pelajaran lainnya.

Paradigm organisme merupakan kesatuan atau sebagai system (yang

terdiri atas komponen-komponen yang rumit) yang berusaha mengembangkan

pandangan atau semangat hidup yang di manifestasikan dengan sikap hidup

dan ketrmpilan hidup.Dalam konteks pandangan semacam itu,penting kiranya

membangun kerangka pemikiran yang bersumber pada fundamental doctrins

dan fundamental volues yang tertuang dalam AL-Quran dan As-Sunnah.

Melalui upaya semacam itu, maka sistem pendidikan (islam)

diharapkan dapat mengintegresikan nilai-nilai pengetahuan, nilai-nilai agama

dan etik,serta mampu melahirkan manusia-manusia yang menguasai ilmu

pengetahuan dan teknologi (iptek), memilik kematangan propresional, dan

sekaligus hidup di dalam nilai-nilai agama (imtag).

c. Menilik Ideologi Pendidikan Pesantren

Dilihat dari pemetaan ideologi pendidikan yang di lakukan oleh

O’Neill, dunia pendidikan pesantren di Indonesia dapat di petakan kedalam

tiga tipe :

Pertama, idiologi pendidikan konservatif atau idiologi tradisional.

Pada model pendidikan pesantren ini, pendidikan tidak lebih hanya sebatas

proses transfer of kwoledge, pengalihan dan pemberian pengetahuan dari kiai

atau (guru) kepada santri (murid). Idiologi yang di bangun pada model

pesantren ini adalah bahwa seseorang wajib untuk menuntut ilmu. Dalam

pencarian ilmu itu seorang murid harus melalui guru atau kiai yang menjadi

sumber pengetahuan. Ketika sedang menuntut ilmu, maka seorang santri atau

murit harus tunduk dan patuk pada apa yang menjadi ketentuan guru( melalui

aturan atau kode etik pesantren) yang telah ditentukan secara otoritatif oleh

kiai sebagai pengasuh utama di pesantren. Model pesantren seperti ini

direpresentasikan oleh pesantren salafiyah (tradisional) pada umumnya.

Kedua, idiologi pendidikan modern (dalam ungkapan O’Neill disebut

dengan idiologi liberal). Pada model pendidikan ini, pendidikan adalah sebuah

proses pendewasaan diri yang dilakukan oleh pelajar atau siswa atau santri.

Sebagai prosese pendewasaan, maka seorang santri harus menjadi subjek

dalam proses pendidikan. Ia tidak terbelenggu oleh sekat-sekat “aturan” atau

“kode etik” santri. Santri sebagai subjek pendidikan berhak untuk menentukan

caranya sendiri dan tujuannya tanpa harus mengikuti apa yang menjadi garis

atau aturan guru atau kiai. Dalam proses pembelajarannya santri tidak sekedar

menjadi sasaran pendidikan yang diberikan oleh kiai, akan tetapi santri boleh

mengkritik dan bahkan “melawan” kiai (dalam konteks menyalahi atau

berbeda pendapat dengan kiai). Pada model pesantern ini, santri bisa

menentukan sendiri mareri apa yang hendak dipelajari atau memilih kiai

(guru) nya.

Ketiga, idiologi pendidikan transvormatif atau partisipatoris, dengan

kata lain pendidikan pesantren yang berbasis masyarakat, idiologi pendidikan

pesantren yang cukup penting dan berpengaruh bagi umat islam. Pesantren

yang memiliki model seperti ini bisa dicontohkan pada kasus pesantren

Maslakhul Huda di bawah asuhan K.H. MA. Sahal Mahfudh, seorang kiai

yang mempelopori gerakan pendidikan pesantren berbasis masyarakat dalam

pesantren model ini pendidikan diarahkan kepada bagaimana pembelajaran di

pesantren ini adalah tidak hanya sekedar mempelajari ilmu-ilmu agama

(Qur’an, Hadist, Fiqih, Akhlaq, Tasawuf dan lain-lain)

d. Paradigma Baru Pendidikan Tinggi Islam

Mencermati proses serta kenyataan pendidikan yang berlangsung di

Indonesia selama ini yang masih mencari bentuk idealnya,kita memulai

paradigma penddikan islam yang ideal. Paradigma ilmu selama ini diikuti oleh

masyarakat pendidikan di Indonesia yang dikotomik ternyata berdampak pada

terjadinaya ketimpangan pengembangan keilmun yang mengarah kepada ilmu

yang sekularistik dan ilmu yang fundamentalistik (normatif), dengan adanya

pemisahan ilmu agama dan ilmu umum.

E. Hubungan Antara Politik Dan Agama Islam

Menurut Ali Syari’ati, ada dua jenis agama dalam tahap sejarah.

Pertama, agama sebagai ideologi dan kedua, agama sebagai kumpulan tradisi

dan konversi sosial atau juga sebagai semangat kolektif suatu kelompok. Is

menggambarkan kedudukan agama sebagai ideologi dengan pernyataan:

But one comes to understand Islam in the sense of an ideology in another

way. Islam, as an ideology, is not a scientific specialization but is the

feeling one has in regard to a school of thought as a belief ystem and not

as a culture. It is the perceiving of Islam as an idea and not as a

collection of sciences. It is the understanding of Islam as a human,

historical and intellectual movement, not as a storehouse of cientific and

technical information. And, finally, it is the view of Islam as an ideology

in the minds of an intellectual and not as ancient religious sciences in the

mind of a religious scholar. (Tetapi orang datang untuk memahami Islam

dalam pengertian suatu ideologi di dalam pandangan yang lain. Islam,

sebagai suatu ideologi, bukanlah suatu spesialisasi ilmiah tetapi adalah

kepekaan seseorang yang mempunyai hubungan dengan suatu aliran

pikiran lebih sebagai sistem kepercayaan dan bukan sebagai kultur. Ia

memposisikan Islam sebagai suatu gagasan dan bukan sebagai suatu

koleksi ilmu pengetahuan. Islam demikian mempunyai pandangan yang

utuh tentang manusia, pergerakan intelektual dan sejarah, bukan sebagai

suatu gudang informasi teknis dan ilmiah. Dan, pada akhirnya, Islam

sebagai ideologi berada dalam pikiran kaum intelektual dan bukan sebagai

ilmu pengetahuan religius masa lampau yang berada dalam pikiran

ulama.)

Syari’ati menjelaskan tentang proses berubahan agama dari ideologi

menjadi sebuah institusi sosial. Munculnya agama sebagai ideologi, papar

Syari’ati, dimulai ketika para Nabi muncul di tengah-tengah suku-suku dan

pemimpin gerakan-gerakan historis untuk membangun dan menyadarkan

masyarakat. Ketika para nabi itu memproklamirkan semboyan-semboyah

tertentu dalam membantu massa kemanusiaan, maka para pengikut Nabi

kemudian mengelilingi nabi dan menyatakan untuk turut bersama-sama Nabi

dengan sukarela. Dari sinilah, menurut Syari’ati, munculnya agama sebagai

ideologi. Namun kemudian, agama itu kehilangan semangat aslinya dan

mengambil bentuk agama sebagai institusi sosial.

Berangkat dari asumsi demikian, maka dapat dicari sebuah jawaban

dari pertanyaan mengapa Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad dengan

cepat dapat diterima oleh masyarakat Arab. Islam sebagai ideologi yang

diusung oleh Muhammad membawa orde sosial baru yang disandarkan kepada

prinsip keadilan dan persamaan dalam stuktur sosial masyarakat. Islam yang

demikian sangat menarik masyarakat Arab yang sudah lama muak dengan

bentuk aristokrasi lama yang memerintah dengan tirani, ketidakadilan,

kesewenang-wenangan, dan monopolisme. Masyarakat kala itu, mulai

menemukan semboyan-semboyan ideologi sebagai obat penyembuhan dari

penderitaan dan kesulitan akibat sistem tirani. Islam sebagai ideologi mampu

memberikan keyakinan baru yang berbasis kepada kemauan bebas manusia

untuk melepaskan diri dari jeratan sistem sosial dan politik tiranik.

Sehingga dapat dimengerti jika kemudian Syari’ati mencoba

merekonstruksi “Islam Syi’ah” sebagai ideologi revolusioner. Syari’ati

menyatakan dengan jelas, bahwa Islam bukanlah Islam kebudayaan yang

melahirkan ulama dan mujtahîd, bukan pula Islam dalam tradisi umum, tetapi

Islam dalam kerangka Abu Zar. Islam lahir secara progresif dalam upaya

merespon problem-problem masyarakat dan memimpin masyarakat untuk

mencapai tujuan-tujuan dan cita-cita yang berharga. Dalam hal ini, Islam

dipahami sebagai sebuah pandangan dunia yang komprehensif, dan

diposisikan sebagai “agama pembebasan” yang concern dengan isu-isu sosial-

politik seperti penindasan, diskriminasi, ketidakadilan dan sebagainya.

Semangat Islam sebagai ideologi pembebasan mendorong terjadinya revolusi

masyarakat Islam untuk membangun konstruksi peradaban baru yang

progresif, partisipatif, tanpa penindasan dan ketidakadilan.

Dalam konteks global Syari’ati melihat ada problem besar masa depan

dunia Islam, yaitu kolonialisme dan neo-kolonialisme oleh Barat. Hal ini telah

mengalienasi masyarakat Muslim dari kebudayaan aslinya (turâts), karena

mereka mau tidak mau harus mengikuti alur kebudayaan dan pola pikir yang

telah “dipaksakan” oleh pihak kolonialis maupun neo-kolonialis. Senada

dengan Syari’ati, Hasan Hanafi juga melihat bahwa kolonialisme atau

westernisasi mempunyai pengaruh luas terhadap dunia Timur (Muslim), tidak

hanya pada budaya dan konsepsi tentang alam, tetapi juga mengancam

kemerdekaan peradaban. Bahkan, masih menurut Hanafi, juga merambah pada

gaya kehidupan sehari-hari: bahasa, menifestasi kehidupan umum dan seni

bangunan. Tidak hanya itu, keterbukaan ekonomi memaksa dunia Islam untuk

membuka diri terhadap kapitalisme internasional, demikian juga dengan

keterbukaan bahasa, maka konsekwensinya harus menerima kehadiran bahasa

asing.

Syari’ati memandang saat itu kolonialisme dan westernisasi telah

melanda negara Dunia Ketiga tak terkeculai Iran. Akibat yang timbul dari hal

itu adalah munculnya bentuk-bentuk korporasi multi-nasional, rasisme,

penindasan kelas, ketidakadilan, dan mabuk kepayang terhadap Barat

(Westoxication). Ia menyatakan bahwa kolonialisme Barat dan kepincangan

sosial sebagai musuh terbesar masyarakat yang harus diberantas dalam jangka

panjang. Tetapi untuk jangka pendek, menurut Syari’ati, ada dua musuh yang

harus segera dimusnahkan: pertama, Marxisme vulgal – menjelma terutama

dalam Marxisme-Stalinisme – yang banyak digemari para intelektual dan

kaum muda Iran, dan kedua, Islam konservatif sebagaimana dipahami kaum

mullah yang menyembunyikan Islam revolusioner dalam jubah ketundukan

kepada para penguasa.

Untuk membebaskan massa dari krisis yang membawa mereka

mencapai negara yang merdeka dan berkeadilan sosial-ekonomi, Syari’ati

yakin bukan melalui Liberalisme, Kapitalisme, ataupun Sosialisme, namun

yang bisa mengobati penyakit ini, kata Syari’ati, hanyalah Islam. Baginya,

Islam merupakan satu-satunya solusi yang akan menyelamatkan negeri

Muslim dari segala bentuk tekanan dan penindasan. Hal ini sangat masuk akal

jika Syari’ati menginginkan Islam sebagai penggerak revolusi. Terlebih lagi

dalam konteks Iran, Islam (Syi’ah) justru dijadikan sebagai agama resmi

negara. Dengan latar belakang yang demikian kondusif, Syari’ati menempuh

sejumlah strategi sekaligus mengkonsolidasi masyarakat ke dalam satu

paradigma: Islam adalah solusi. Beberapa strategi tersebut mengandung

muatan yang sama, yakni menyakinkan masyarakat untuk memilih Islam

sebagai jalan perubahan.

DAFTAR PUSTAKA




Abdurrohman Mas’ud 2002, “ Sejarah dan budaya Pesantren “ dalam Ismail SM

( ed ), Dinamika Pesantren dan Madrasah ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ahmad Tafsir , 1984, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. Kedua, Bandung :

Remaja Rosdakarya.

http://id.wikipedia.org/wiki/Politik


http://www.academia.edu/3548244/Politik_Internasional


http://ruhcitra.wordpress.com/2008/11/21/pengertian-politik/



politik

No comments:

Post a Comment