Friday, November 16, 2018

Perang Yaman Bisa Jadi Bencana Kemanusiaan Terburuk 1 Abad

Perang Yaman - Dalam kunjungannya ke Yaman, Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia, (WFP), David Beasley, menerbitkan peringatan bahwa negara tersebut terancam bencana kemanusiaan terjelek di dunia sekitar tempo 100 tahun terakhir.



Peringatan pimpinan WFP tersebut dilandasi data yang mengindikasikan jumlah penduduk yang berada di tepi kelaparan diduga mencapai 12-14 juta jiwa atau nyaris 50% dari total warga Yaman, negara yang terletak di Jazirah Arab.


"Kita memerlukan hal yang sangat penting, yaitu saya dan anda butuh mengakhiri perang ini.


"Situasinya gawat dan pertolongan kemanusiaan yang terdapat tidak bakal pernah lumayan untuk menanggulangi semua masalah yang dihadapi dengan dengan total warga 29 juta jiwa ini, sebab kondisi ekonomi yang tidak dapat menyediakan lapangan kerja, tidak terdapat uang tunai, keterbatasan persediaan pangan," katanya dalam trafik ke Yaman sekitar pekan ini.


Cerita mahasiswa Indonesia
Keadaan tersebut menunjukkan bahwa warga Yaman kini menghadapi kendala yang paling berat.


"Semua urusan tersebut adalah penyebab dari bencana kemanusiaan terjelek yang pernah saya saksikan, barangkali terburuk sekitar 100 tahun terakhir," tambahnya.


Sebagaimana diterangkan oleh Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia, (WFP), David Beasley, kelangkaan pangan memang dirasakan oleh sebagian penduduk Yaman.


"Penduduk Yaman kesulitan, sebab sejak perang inflasi menjadi nyaris sekitar 300%. Bahan makanan paling mahal," tutur Izzuddin Mufian, mahasiswa asal Indonesia yang kuliah di Tarim, Provinsi Hadramaut.


Kota lokasi Izzuddin Mufian, yang pun adalahketua Perhimpunan Pelajar Indonesia di Yaman itu, belajar sedang di bagian selatan, jauh dari wilayah-wilayah perang di Yaman utara. Namun dampaknya juga dialami oleh warga di Yaman selatan.


"Barang pokoknya di sini gandum. Kalau gandum dan beras ada, namun yang lain-lain hilang dari pasar, laksana LGP sudah semenjak satu bulan tidak ada," paparnya untuk wartawan BBC News Indonesia, Rohmatin Bonasir.


Sebagai ganti bahan bakar gas, warga berpindah ke bahan bakar tradisional.


"Warga berinisiatif memungut kayu bakar. Kalau tiba-tiba harga ayam melonjak tajam, maka mereka memungut bahan makanan yang lain," kata Izzuddin Mufian.


Ditambahkan akibat perang juga dialami oleh mahasiswa Yaman karena kiriman duit dari orang tua berhenti, sedangkan mereka tidak dapat pulang dusun karena dalil keamanan.


Menurutnya, kebutuhan makan di kampus tidak mengalami tantangan berarti sebab disediakan oleh pengelola kampus. "Hanya saja pasokan BBM berkurang dan listrik kadang-kadang mati."


Lebih lanjut ia menuturkan bahwa selama 1.800 mahasiswa dari Indonesia sekarang belajar di Yaman, beberapa mendapat beasiswa dari universitas-universitas di negara itu.


Yaman 'proksi Arab Saudi dan Iran
Perang di Yaman telah dilangsungkan selama bertahun-tahun, antara pemberontak Houthi melawan pemerintah.


Perang memanas tahun 2015 sesudah koalisi pimpinan Arab Saudi mengerjakan operasi militer di Yaman untuk menolong pemerintah memukul mundur pemberontak dari ibu kota, Sanaa, dan sebanyak provinsi beda yang sempat dikuasai pemberontak Houthi.


Arab Saudi, yang berbatasan dengan Yaman, cemas akan penyebaran pengaruh Iran yang menyokong pemberontak Houthi. Dalam perkembangannya Yaman dinamakan sebagai arena proksi antara Iran dan Arab Saudi.


Jumlah korban tewas dalam perang di Yaman diduga melebihi angka 10.000 jiwa, belasan ribu lainnya merasakan luka.

No comments:

Post a Comment